Selasa, 28 Desember 2010

Khalil Gibran (1833 - 1931)

PROSA III


Dan aku melihat hal - hal yang menyedihkan,
Para Malaikat Kebahagiaan tengah berperang dengan
Syaitan-syaitan Penderitaan Dan Manusia berdiri diantara mereka.
Yang satu menariknya dengan Harapan dan yang lain dengan Keputus-asaan.
Aku melihat Cinta dan Benci bermain-main dihati manusia,
Cinta menyembunyikan kesalahan Manusia dan memabukkanya
dengan anggur kepatuhan, pujian dan rayuan:

sementara Kebencian menghasutnya dan menutup telinganya
dan membutakan matanya dari Kebenaran...
Aku melihat para pemimpin mulutnya berbuih seperti serigala licik dan
juri penyelamat palsu merencanakan dan bersekongkol untuk
Melawan Kebahagiaan Manusia...

Dan aku melihat Manusia memanggil Kebijakan untuk membebaskannya,
tetapi Kebijakan tidak mendengar jeritannya, kerana Manusia pernah
Mengabaikannya ketika ia berbicara kepadanya dijalananan kota...
Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,
Memohon jawaban tentang kesenangan.

Jawabnya demikian : Kesenangan adalah lagu kebebasan,
Namun bukannya sang kebebasan sendiri,
Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah
jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia namun dia
bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri.

Dialah si terkurung yang terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ;
Ya, sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka
bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati,
Namun jangan hanyutkan diri dalam nyanyian Beberapa diantaramu mencari kesenangan,
Seolah kesenangan itu adalah segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan,
dihakimi dan dipersalahkan.

Aku tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,
Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami.
Sebab mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri
sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek
pun diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama
kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang menggali
tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?

Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan,
Dengan penuh rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya,
Tatkala sedang terbius diluar kesedarannya.
Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi,
Tiada berkemampuan menyucikan hati nurani,
Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu,
Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu,
Sebagaimana mereka mengenang rahmat tuaian di musim panas,
Namun pabila rasa penyesalan lebih menenteramkan hatinya,
Maka biarlah mereka menikmati ketenteramannya.

Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari,
Pun belum terlampau tua namun memerlukan kenang - kenangan untuk digali,
Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada dimaya pada, Khuatir
melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya.
Tapi dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka,
Dan dengan demikian mereka pun menemui sebuah mustika,
Walau semua mereka dengan tangan gementar,hanya mencuba menggali akar.

Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ?
Si burung bul-bul yang menyanyikan lagu merdu,
Terganggukah olehnya ketenangan malam yang syahdu ?
Atau ambillah dia, si kunang - kunang,
Adakah diganggunya keagungan bintang-bintang ?
Dan nyala api, ataupun asap bara, Adakah dia memberati pawana ?
Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan danau yang tenang,
Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat kauganggu ?
Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan,
Kau hanya menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran.

Siapa tahu bahawa apa yang nampaknya lenyap sekarang,
dari permukaan,hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?
Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta
tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu
merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.

Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membedakan
baik - buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan
tamanmu, Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah
kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.

Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah
merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya,sang lebah maupun sang
bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.
Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.




SETITIS AIRMATA DAN SEULAS SENYUMAN


Takkan kutukar duka cita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan takkan kutumpahkan airmata kesedihan
yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.
Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.

Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku
pemahaman rahasia kehidupan dan hal ihwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku
dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepadaTuhan.
Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati,
Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.
Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan
berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.

Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku
setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis
daripada melodi yang termanis. Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur,
memeluk kerinduannya. tatkala pagi menghampiri,
ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.

Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan.
Setitis airmata dan seulas senyuman.
Air laut menjadi uap dan naik menjelma menjadi segumpal mega.
Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa,
jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran
sungai dan kembali ke laut, rumahnya.
Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.

Bagai setitis airmata seulas senyuman.
Dan kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar,
bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas
pergunungan duka cita dan dataran kebahagiaan.
Menuju samudera cinta dan keindahan - kepada Tuhan.




INDAHNYA KEMATIAN


Biarkan aku terbaring dalam lelapku, kerana jiwa ini telah dirasuki
cinta, dan biarkan daku istirahat, kerana batin ini memiliki segala kekayaan
malam dan siang.

Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi disekeliling
ranjang ini, dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki - kaki ini dengan
wangian, dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.

Biarku istirahat di ranjang ini, kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya,
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku,
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkap kant abir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa - masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan
dalam mataku, kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas
tempat hatiku berbaring. Hapuslah airmatamu, saudaraku, dan tegakkanlah
kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari - jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.

Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom - kolom cahaya antara ranjangku dengan
jarak infiniti. Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap - sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.Ciumlah mataku
dengan seulas senyummu.

Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku
dengan kelembutan jemari merah jambu mereka,
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya didahiku dan memberkatiku
Biarkanlah perawan - perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku.

Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi
Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang
menyelubungi jiwamu.

Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu
serta dada ku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.
Aku akan selalu mencintaimu...

sebagai mana padang rumput yang luas mencintai musim bunga.
Aku akan hidup didalam diri mu laksana bunga - bunga yang hidup oleh panas matahari.
Aku akan menyanyi kan nama mu seperti lembah menyanyikan gema loceng di desa Aku
akan mendengar bahasa jiwa mu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah gelombang.

Aku akan mengingati mu seperti perantau asing yang mengenang tanah air tercintanya,
Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan, Seperti raja yang turun takhta
mengingati masa - masa kegemilangannya, Dan seperti seorang tahanan mengingati
masa - masa kesenangan dan kebebasan.

Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati
bekas - bekas gandum dilantai tempat simpanannya, juga seperti gembala
mengingati padang rumput yang luas dan sungai yang segar airnya.

(Dari Sayap Sayap Patah)




PENYAIR


Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,

Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.
Dia adalah seekor burung nightingale
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya.

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan.
Membuka kelopak mereka bagi menerima cahaya.
Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh.

Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya diladang kasih sayang
dan kemanusiaan menyuburkannya.

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia
pada zamannya, Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi.

Inilah penyair yang tak meminta apa-apa
dari manusia kecuali seulas senyuman.
Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi
cakerawala dengan kata-kata indah
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya
Sampai bila manusia terus terlena?

Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang
meraih kehebatan dengan mengambil kesempatan??
Sampai bila manusia mengabaikan mereka?
yang boleh memperlihatkan keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?

Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa? org yang sudah tiada?
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan yang menghambakan hidup
mereka seperti lilin menyala bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa

Dan oh para penyair,
Kalian adalah kehidupan dalam? kehidupan ini:
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.

Penyair...
periksalah mahkota berdurimu..
kau akan menemui kelembutan disebalik jambangan bunga - bunga Laurel.


(Dari Damah Wa Ibtisamah -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)




TANYA SANG ANAK


Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibu
Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?
Sang ibu menjawab,"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!"
Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?"
Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!

Sang anak kembali terdiam.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab,
" Iya, kau adalah yang terkuat!"

Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?

Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!"
"Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?
"Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan.
"Kerana engkau adalah buah dari cintanya!,
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam.
Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu! ".

Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."




CINTA II


Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga.

Mereka berkata tentang helang dan? hering
Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai - di antara satu sama lain,

Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu
Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,

Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,

Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati.


(Dari The Forerunner))




BAGI SAHABATKU YANG TERTINDAS


Wahai engkau yang dilahirkan diatas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai, yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air
keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.

Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak - anaknya yang masih kecil, sahabat - sahabatnya, dan memasuki gelanggang kematian
demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut 'keperluan'.

Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya,
tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya, yang hanya berhasrat untuk
hidup diatas sampah masyarakat dan dari tinggalan
atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.

Wahai tawanan yang dilemparkan kedalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang
dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara - cara yang keliru.

Dan engkau, Wahai wanita yang malang, yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu, memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas. Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu.
Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar - cakar
penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.

Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia. Kau bersedih,
dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidak - adilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya.

Jangan putus asa, kerana di sebalik ketidak - adilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu
kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan,
segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.

Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa
bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang
akan menjalani suatu kehidupan indah.

Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah
kerana berat dan bersama salju musim dingin.
Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu
dengan dedaunan hijau dan berair banyak.

Kebenaran akan mengoyak tabir airmata
yang menyembunyikan senyumanmu.
Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu
dan kuanggap hina para penindasmu.




DUA PENYAIR


Berabad-abad yang lalu, disuatu jalan menuju Athens, dua orang penyair bertemu.
Mereka mengagumi satu sama lain. Salah seorang penyair bertanya,
" Apa yang kauciptakan akhir - akhir ini, dan bagaimana dengan lirikmu ? "

Penyair yang seorang lagi, menjawab dengan bangga,
"Aku tidak melakukan hal lain selain menyelesaikan syairku yang paling indah,
kemungkinan merupakan syair yang paling hebat yang pernah ditulis di Yunani.
Isinya pujian tentang Zeus yang Mulia ".

Lalu dia mengambil selembar kulit dari sebalik jubahnya dan berkata,
" Kemari, lihatlah, syair ini kubawa, dan aku senang bila dapat membacakannya untukmu.
Ayuh, mari kita duduk berteduh dibawah pohon cypress putih itu ".
" Lalu penyair itu membacakan syairnya. Syair itu panjang sekali.
Setelah selesai, penyair yang satu berkata,
" Itu syair yang indah sekali. Syair itu akan dikenang berabad - abad dan
akan membuat engkau termasyhur."

Penyair pertama berkata dengan tenang,"Dan apa yang telah kau ciptakan akhir-akhir ini ? "
Penyair kedua menjawab," Aku hanya menulis sedikit. Hanya lapan baris untuk
mengenang seorang anak yang bermain dikebun.
" Lalu ia membacakan syairnya. Penyair pertama berkata, "Boleh tahan, boleh tahan ".

Kemudian mereka berpisah. Sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu,
syair lapan baris itu dibaca disetiap lidah, diulang - ulang,
dihargai dan selalu dikenang. Dan walaupun syair yang satu lagi memang
benar bertahan berabad - abad lamanya dalam perpustakaan,
di rak - rak buku, dan walaupun syair itu dikenang, namun tidak ada yang tertarik
untuk menyukainya atau membacanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar