Tersebutlah , tinggal seorang pengrajin emas dan seorang pembuat kendi. Perajin emas itu seorang materialis dan pecinta harta.
Oleh sebab itu, dia senantiasa berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan harta dan kekayaan. Semua orang tahu bahwa
dia tidak mengindahkan kejujuran. Sebaliknya, pembuat kendi adalah seorang mukmin dan pekerja keras. Dia dicintai oleh
masyarakat. Setiap orang yang memiliki problema akan datang meminta bantuannya. Si perajin emas berfikir, mengapa warga
kota begitu menyintai pembuat kendi, padahal dia tidak memiliki harta benda. Menurutnya, cinta dan kasih sayang bisa diperoleh
lewat tipu daya dan makar.
Karena itu timbul rasa dengki si pengrajin emas terhadap pembuat kendi. Pada salah satu hari, sewaktu petugas kota mengejar pencuri
di pasar, si pengrajin emas melihat bahwa saat itu adalah momen yang tepat untuk menuntaskan dendamnya terhadap pembuat kendi.
Oleh sebab itu, dia menunjuk si pembuat kendi dan berbohong dengan mengatakan: Saya melihat pencuri masuk ke rumah lelaki ini.
Petugas dengan segera memasuki rumah pembuat kendi dan ketika dia tidak menemukan tanda-tanda adanya pencuri, ia menyeret paksa
pembuat kendi ke penguasa dan memintanya untuk menyerahkan si pencuri. Pembuat kendi bersumpah bahwa dia tidak mengetahui apa-apa.
Tapi ada daya, ia tetap dijebloskan ke penjara. Selang beberapa hari kemudian, pencuri tersebut tertangkap dan sekaligus membuktikan bahwa
pembuat kendi tidak bersalah. Diapun dibebaskan. Sebaliknya, pengrajin emas yang berbohong mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan
perbuatannya. Setelah peristiwa itu, si pengrajin emas itu bukan hanya tidak menyesal atas tindakannya, tetapi malah semakin dibakar oleh
api kedengkian terhadap pembuat kendi. Apalagi, dia menyaksikan bahwa si pembuat kendi semakin dicintai oleh masyarakat.
Dengki dan hasad sedemikian membakar jiwa dan hatinya sehingga dia mengambil keputusan yang berbahaya. Dia menyediakan racun dan
memperalat seorang anak muda bodoh untuk meracun pembuat kendi dengan mengupahnya seratus keping emas. Hari yang ditetapkan pun tiba.
Perajin emas menanti suara jerit tangis dari rumah pembuat kendi. Tetapi hal itu tidak terjadi. Sebaliknya pembuat kendi kelihatan sehat
dan segar bugar seperti biasa.
Pengrajin emas merasa heran dan dengan segera dia mencari anak muda itu dan menyelidiki apa yang terjadi. Sadarlah dia bahwa bukan
hanya si pembuat kendi itu tidak diracun, tetapi anak muda tersebut malah lari dari kota membawa seratus keping emas pemberiaannya.
Ketika perajin emas ini mendengar berita itu, dia merasa sangat sedih. Begitu sedihnya sampai ia jatuh sakit. Tidak ada dokter yang bisa
mengobatinya. Ya, karena memang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan api dendam dan kedengkian. Lelaki pengrajin emas telah
kehilangan segala-galanya dan dunia menjadi gelap baginya. Hal ini menyebabkan isteri dan anak-anaknya meninggalkannya. Berita
kesendirian pengrajin emas yang sakit itu diketahui oleh tetangganya, si pembuat kendi yang baik hati. Dia berpikir, inilah waktunya
untuk pergi mengunjungi pengrajin emas.
Dia menyediakan makanan yang enak dan membawanya ke rumah perajin emas. Pengrajin emas, tidak dapat berkata apa-apa ketika
melihat pembuat kendi. Pembuat kendi duduk di sisinya dan dengan lemah lembut menanyakan keadaan dirinya dan berkata: Aku datang
karena memenuhi hakmu sebagai tetanggaku. Pengrajin emas menundukkan kepalanya karena malu. Pembuat kendi melanjutkan: Aku
mengetahui segala apa yang berlaku pada masa lalu. Anak muda itu satu hari datang kepadaku dan memberitahu apa yang terjadi dan
menyarankan supaya aku meninggalkan kota ini karena sudah tentu nyawa aku akan tidak selamat dari mu. Tetapi oleh karena aku
berharap kepada rahmat dan karunia Ilahi, setiap hari aku berdoa untuk mu semoga dirimu dibebaskan dari rasa dengki dan hasad
terhadapku. Kata-kata pembuat kendi menyebabkan pengrajin emas itu menangis. Pembuat kendi memegang tangan tetangganya dan
berkata, “Sahabat ku, ketahuilah bahawa kedengkian laksana api yang membakar dan orang yang mula-mula dibakarnya adalah diri
insan itu sendiri. Alangkah baiknya jika dalam masa yang pendek dan singkat di kehidupan dunia ini, kita saling kasih mengasihi sehingga
kita meninggalkan nama yang baik. Tahukah engkau apakah rahasia kebaikanku di tengah masyarakat? Untuk mengetahui rahasia ini,
aku ingin menyajikan sebuah kisah untuk mu.
Pengrajin emas memasang telinganya untuk mendengar kisah tersebut dan dalam keadaan tersenyum yang tersungging di bibirnya, dengan
penuh perhatian dia mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh pembuat kendi. Si pembuat kendi berkata; Pada suatu hari Imam Sajad as,
berkata kepada salah seorang sahabatnya bernama Zuhri yang begitu sedih memikirkan segala yang muncul dari sifat hasad pada dirinya.
Beliau berkata: “Wahai Zuhri, apakah salahnya jika engkau menganggap orang lain sama seperti saudara dan keluargamu sendiri, orang yang tua sebagai bapakmu,
anak-anak sebagai anakmu dan orang yang sebayamu seperti saudaramu sendiri.
Ketika dalam keadaan begini, bagaimana mungkin engkau berbuat zalim kepada orang lain?
Janganlah engkau lupa pada hal ini bahwa orang
lebih menyayangi siapa yang berbuat baik kepada orang lain.
Jika metode yang begini engkau teruskan dalam hidupmu, dunia akan menjadi
tempat yang membahagiakanmu dan engkau akan mempunyai banyak kawan.
Kata-kata pembuat kendi itu sampai disini.
Pengrajin emas berpikir jauh dan lahirlah rasa penyesalan di wajahnya.
Dengan suara yang bergetar,dia meminta maaf atas segala yang terjadi di masa lalu.
Kepada Tuhan dia berjanji bahwa selepas ini dia akan menggantikan rasa dengki yang
memenuhi hatinya dengan kasih sayang dan persahabatan kepada orang lain............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar